2. Keaktoran
2.1 Persiapan Seorang Aktor
Karya seni sang aktor
diciptakan melalui tubuhnya sendiri, suaranya sendiri, dan jiwanya
sendiri. Hasilnya berupa peragaan cerita yang ditampilkan di depan
penonton. Seorang aktor yang baik adalah seorang seniman yang mampu
memanfaatkan potensi dirinya. Potensi itu dapat dirinci menjadi: potensi
tubuh, potensi driya, potensi akal, potensi hati, potensi imajinasi,
potensi vokal, dan potensi jiwa. Kemapuan memanfaatkan potensi diri itu
tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dengan giat berlatih.
2.2 Pemilihan Peran
Pemilihan aktor-aktris biasanya disebut casting, yaitu sebagai berikut:
a.
Casting by Ability: pemilihan peran berdasar kecakapan atau kemahiran
yang sama atau mendekati peran yang dibawakan. Kecerdasan seseorang
memegang peranan penting dalam membawakan peran yang sulit dan dialognya
panjang. Tokoh utama suatu lakon di samping persyaratan fisik dan
psikologi juga dituntut memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga
daya hafal dan daya tanggap yang cukup cepat.
b. Casting to Type:
pemilihan pemeran berdasarkan atas kecocokan fisik sipemaian. Tokoh tua
dibawkan oleh orang tua, tokoh pedagang dibawakan oleh orang yang
berjiwa dagang, dan sebagainya.
c. Anty type Casting: pemilihan
pemeran bertentangan dengan watak dan ciri fisik yang dibawakan. Sering
pula disebut educational casting karena bermaksud mendidik seseiorang
memerankan watak dan tokoh yang berlawanan dengan wataknya sendiri dan
ciri fisiknya sendiri.
d. Casting to emotional temperament: pemilihan
pemeran berdasarkan observasi kehisupan pribadi calon pemeran. Meraka
yang memiliki banyak kecocokan denga peran yang dibawakan dalam hal
emosi dan temperamennya, akan terpilih membawakan tokoh itu. Pengalaman
masa lalu dalam hal emosi akan memudahkan pemeran tersebut dalam
menghayati dan menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan cerita.
Temperamen yang cocok akan membantu proses penghayatan diri peran yang
dibawakan.
e. Therapeutic Casting: pemilihan pemeran dengan maksud
untuk penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri
seseorang. Biasanya watak dan temperamen pemeran bertentangan dengan
tokoh yang dibawakan. Misalnya, orang yang selalu ragu-ragu, harus
berperan sebagai orang yang tegas, cepat memutuskan sesuatu. Seorang
yang curang, memerankan tokoh yang jujur atau penjahat berperan sebagi
polisi. Jika kelaianan jiwa cukup serius, maka bimbingan khusus
sutradara akan membantu proses therapeutic itu.
Untuk dapat
memilih pemeran dengan tepat, maka hendaknya pelatih drama membuat
daftar yang berisi inventarisasi watak pelaku yang harus dibawakan, baik
secara psikologis maupun sosiologis. Watak pelaku harus dirumuskan
secara jelas. Sebab hanya dengan begitu, dapat dipilih pemeran lakon
dengan lebih cepat. Dalam pementasan, aktor-aktris harus ber-acting.
2.3 Teknik berperan
Berperan
adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama. Sejauh
mana ketrampilan seorang aktor dalam berperan ditentukan oleh
kemampuannya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki serta
mengekspresikan tokoh lain yang dibawakan.
Dalam berperan harus diperhatikan adanya hal-hal berikut ini:
1. Kreasi yang di lakukan oleh aktor atau aktris.
2. Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah dan wajar.
3. Peran yang dibawakan harus sesuai dengan tipe, gaya, jiwa, dan tujuan dari pementasan.
4. Peran yang dibawakan harus sesuai dengan periode tertentu dan watak yang harus direpresentasikan.
Untuk
berperan secara natural dan realisitis, diperlukan penghayatan untuk
mendalam tentang tokoh yang diperankan itu. Dalam kaitan itu, gaya,
tipe, dan jiwa permainan menentukan corak penghayatan peran.
2.3.1 Teknik Berperan Menurut Rendra
Rendra menyebutkan bahwa dalam pementasan ada empat sumber gaya yaitu:
a. Aktor bintang
Aktor
bintang menjadi sumber gaya artinya kesuksesan pementasan ditentukan
oleh pemain-pemain kuat yng mengandalkan kecantikan, kemasyhuran,
ketampanan atau kecantikan atau gaya tarik seksualnya. Jika yang
dijadikan sumber gaya adalah aktor bukan bintang, maka kecakapan
berperan diandalkan untuk memikat penonton.
b. Sutradara
Sutradara
sebagai sumber gaya artinya dengan kemampuan sutradara diharapakan
pementasan akan berhasil. Penonton mengharap pertunjukkan drama yang
bermutu. Dalam hal ini, penonoton mempercayakan nama sutradara sebagai
jaminan mutu drama.
c. Lingkungan
Lingkungan sebagai sumber gaya
artinya lingkungan pementasan dapat memungkinkan suksesnya pementasan.
Jika kita mementaskan drama “Ken Arok dan Ken Dedes”, maka kehidupan
pentas oleh dekorasi dan tata pentas yang menggambarkan secara nyata
kerajaan Singasari dapat menjadi modal kesuksesan drama tersebut.
d. Penulis
Penulis
sebagai sumber gaya berarti di tangan penulis yang hebat akan lahir
naskah yang hebat pula yang mempunyai kemungkinan sukses jika
dipentaskan.
Di dalam berperan, imajinasi sangat penting karena
dalam berperan, seorang aktor berpura-pura menjadi orang lain.
Menghadirkan kepura-puraan menjadi realitas membutuhkan daya imajinasi.
Aktor harus menghayati setiap situasi yang diperankan dan mampu secara
sempurna menyelami jiwa tokoh yang dibawakan serta menghidupkan jiwa
tokoh itu sebagai jiwanya sendiri, sehingga penonton yakin yang ada
dipentas bukan diri sang aktor tetapi diri tokoh yang diperankan. Untuk
mengembangkan pribadi, diperlukan daya kreativitas (kemampuan untuk
mencipta) dan sikap fleksibel (dapat menyesuaikan diri dimana saja
berada).
2.3.2 Teknik Berperan Menurut Edward A. Wright
Menurut Edward A. Wright ada lima syarat yang harus dimiliki oleh seorang calon aktor, yaitu sebagai berikut:
1. Sensitif
Mudah memahami aktor yang akan diperankan.
2. Sensibel
Sadar akan yang baik dan yang buruk.
3. Kualitas personal yang memadai
4. Daya imajinasi yang kuat
5. Stamina fisik dan mental yang baik.
Kelima hal tersebut harus disertai lima macam daya kepekaan yaitu sebagai berikut:
a. Kepekaan (mudah mengerti) akan ekpresi mimik.
b. Kepekaan terhadap suasana pentas.
c. Kepekaan terhadap penonton.
d. Kepekaan terhadap suasana dan ketepatan proporsi peran yang dibawakan (tidak lebih dan tidak kurang) (Wright: 131).
Imajinasi
dapat dikembangkan dengan kreasi-kreasi aktor yang sering tidak
direncanakan sutradara. Pembawaan peran harus tepat agar penonton ikut
terlibat dalam suasana pentas. Dalam suatu drama tidak boleh suatu
masalah diterangkan secara panjang lebar sedang masalah lain tidak
mendapat bagian.
Proses Ber-acting
Langkah-langkah dalam acting dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Latihan Acting
Latihan
acting dapat membentuk aktor sebagai impersonator, interpretator,
komentator, dan sebagai personality actor. Aktor sebagai impersenator
artinya aktor menyerahkan diri sepenuhnya sebagai memasuki peran yang
dibawakan. Setiap peran dianggap sebagai dirinya sendiri. Dalam
interpretator dan komentator, aktor tidak sepenuhnya memasuki peran yang
dibawakan. Identitas dirinya masih tetap tampak. Sedangkan personality
actor kita dapatkan dalam film atau televisi.
b. Gaya Estetis
Kita
harus memainkan permainan sesuai gaya, oleh sebab itu aktor harus
dilatih untuk memasuki gaya permainan sesuai dengan gaya drama tersebut.
Sebagai contoh, dalam drama Yunani kuno digunakan gaya formal; dalam
drama-drama Shakespeare digunakan gaya romantik; teater abad ke XIX
menggunakan gaya deklamatoris; teater modern menggunakan gaya realistis;
dan sebagainya. Gaya serius, gaya tragedis, dan bayolan merupakan gaya
yang harus diekpresikan secara tepat oleh aktor atau aktris.
c. Pendekatan Untuk Peranannya
Ada
dua pendekatan dalam menghayati peran yaitu metode dan teknik. Metode
berhubungan dengan latihan sukma atau latihan “unsur dalam”. Dalam
pendekatan teknis, yang dipentingkan adalah teknik bermain yang
berhubungan dengan faktor luar (fisik). Penampilan fisik dan permainan
di pentas mengutamakan kombinasi permainan fisik dan emosi.
d. Bidang Acting
Ada
tiga yang harus digarap dalam latihan acting, yaitu: teknik (fisik),
mental (intelektual), dan emosi (spiritual). Bidang acting yang bersifat
teknis misalnya meliputi latihan pernafasan, latihan vokal, dan latihan
proyeksi (penonjolan). Latihan mental berupa latihan watak, dengan
dimulai menganalisis watak dari segala sudut (fisik, psikis, sosial);
memahami pikiran, feeling (perasaan/simpati), action, dan berhubungan
dengan permainan dan peranan yang lain. Emosi harus dilatih dalam drama
aktor harus menghadirkan emosinya sesuai dengan tuntutan lakon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar